Ashes: Duncan Spencer, Pelambung Cepat yang Jarang Didengar Orang
Kisah Duncan Spencer, pelambung kriket tercepat yang bisa saja membela Inggris atau Australia, namun kariernya dipenuhi cedera, operasi, dan skandal doping.
Ini adalah kisah Duncan Spencer, pelambung kriket cepat yang pernah disebut-sebut sebagai salah satu yang tercepat di era Ashes. Lahir di Lancashire dan tumbuh besar di Perth, kariernya menjalani liku-liku keras hingga berakhir dengan berita doping serta masa-masa berat.
Akar, Kecepatan Luar Biasa, dan Penemuan Bakat
Spencer lahir di bagian utara Inggris dan dibesarkan di Australia bagian barat. Sejak usia muda, ia dikenal karena ritme langkahnya yang belum pernah terlihat biasa saja. Pada masa remaja, ia sempat lebih banyak memukul bola daripada memukul wicket, hingga akhirnya salah satu akhir musim memperlihatkan bakatnya yang mengerikan. Pelatih di WA bahkan membandingkannya dengan pelambung tercepat dunia pada masa itu.
Berukuran pendek untuk pelambung cepat, sekitar 1,73 m, ia menjalani operasi punggung pertamanya pada usia 17 tahun. Meski begitu, kemauan kuat untuk kembali bermain selalu mengalahkan rasa sakitnya. Tom Moody, mantan bintang Australia, menggambarkan Spencer seperti memiliki mesin V8 dalam mobil kecil—kecepatan menumpuk ketika ritme tepat datang.
Perjalanan di Inggris dan Pukulan-pukulan Memorabel
Saat pelatih Western Australia mengetahui paspor British Spencer, dia pun menandatanganinya untuk kontrak dua tahun di Canterbury. Pada musim 1993, ia tiba di Inggris dan langsung menunjukkan potensi yang mengundang decak kagum meski masih sangat muda. Dalam satu pertandingan pramusim melawan England A, ia melewatkan banyak no-ball hingga rekornya tercatat pada catatan. Namun satu momen krusial datang ketika ia menikmati satu periode bowling yang membuat lawan-lawan top tertegun.
Dalam comeback-nya ke England pada usia 21 tahun, Spencer sempat terkejut dengan kelelahan fisik yang datang dari grind county cricket. Meski hanya tampil di satu pertandingan The County Championship pada musim itu, momen dari spell bowlingnya tetap dikenang publik kriket kota itu. Sementara itu, di kompetisi lain, pertarungan panas antara Spencer dengan para bintang seperti Viv Richards dan Ricky Ponting mulai tercipta. Richards, legenda West Indies, menunjukkan bahwa tidak semua pertemuan di lapangan berjalan mulus bagi si pelambung muda, tetapi momen saling adu cepat itu tetap menjadi bagian dari legenda era tersebut.
Menjajal Asa Internasional, Sejumlah Tekanan, dan Masa Sulit
Musim berikutnya, Spencer kembali bermain untuk Kent dengan harapan mendapat panggilan internasional. Namun tak lama setelah itu, kariernya mendapat hantaman besar saat mengalami kejatuhan fisik fatal: ia kolaps saat bermain One-Day di hadapan Middlesex. Setelah itu, ia pulang ke Australia dan menjalani masa-masa berat dengan nyeri berkepanjangan yang membuatnya bertanya-tanya apakah dia bisa kembali bermain di level profesional.
Untuk mengatasi rasa nyeri dan tetap bisa menjalani hidup normal, Spencer mencoba obat steroid. Dieta dan terapi hormonal membantunya kembali ke lapangan, dan ia pun kembali bergabung dengan klub di Perth. Namun badai belum selesai: pada 2000-01 ia kembali terlibat dalam skuad WA untuk kejuaraan domestiik One-Day Cup, namun kemudian ada kasus doping yang mencuat. Ia menjadi atlet kriket Australia pertama yang dikenai sanksi anti-doping selama 18 bulan. Ini menjadi penutup babak tertentu dari karier profesionalnya di era itu.
Kemunculan Kembali, Penampilan di Sussex, dan Warisan
Beberapa tahun kemudian, sebagai pelatih kebugaran, Spencer akhirnya mencoba kembali bermain di level klub sebelum mencoba peluang di kriket county lagi pada 2006 bersama Sussex. Ia hanya tampil dalam dua pertandingan first-class, dengan catatan terakhir wicketnya untuk Kumar Sangakkara. Secara total, ia meraih 36 wicket dari 16 pertandingan first-class dan 23 wicket dari 20 pertandingan List A sepanjang kariernya di level profesional.
Kini, Duncan Spencer tinggal di Perth dan bekerja di sektor pertambangan di bagian utara Western Australia. Pelatih seperti Tom Moody menyebutkan bahwa secara teknis Spencer memang punya kapasitas bermain di tingkat internasional. Spencer sendiri percaya jika dia bisa tampil saat era modern, peluang besar bisa ia raih, meski aksennya lebih cenderung Australia.
Ia pun mengingat bahwa kecepatan hebatnya pernah ada, meski ia tidak pernah mengetahui angka pastinya karena waktu itu pengukuran kecepatan belum seteratur sekarang. Ia menilai bahwa jika pengelolaan bakat saat itu lebih matang, kariernya bisa berjalan lebih panjang dan menguntungkan secara finansial dengan format Twenty20 yang kini populer.

Analisis akhir dari para pengamat menunjukkan bahwa ketajaman Spencer tidak pernah diragukan, namun ruang untuk berkembangnya kariernya terhambat oleh cedera, masalah kesehatan, dan dinamika dunia kriket di era tersebut. Seiring waktu, dia menyadari bahwa momen-momen ketika ritme meledak adalah ketika dia benar-benar terlihat sebagai pelambung tercepat yang pernah ada.
Komentar Ahli
Tom Moody: Kecepatan Spencer itu nyata, jika ia menemukan ritme, dia bisa mengubah permainan. Ry an Campbell: Bakatnya luar biasa, dan rekam jejaknya membuktikan dia bisa menaklukkan lapangan kapan saja.
Ringkasan Singkat
Spencer dikenal karena potensi kecepatan luar biasanya sejak masa muda. Kariernya berlintas antara penampilan mengesankan di Inggris dan Australia dengan masa-masa sulit karena cedera serta sanksi anti-doping. Meskipun tidak meraih cap internasional, kisahnya tetap menjadi bagian penting dari cerita bowling cepat era Ashes, mengingatkan bahwa kecepatan saja tidak cukup tanpa konsistensi, kesehatan, dan dukungan yang tepat.
Inti dari kisah Duncan Spencer adalah bahwa ritme dan kecepatan tinggi bisa memberi sensasi kriket luar biasa, tetapi tanpa manajemen cedera dan kehati-hatian, peluang besar bisa hilang seketika. Sumber


