Tanzania Batal Rayakan Hari Kemerdekaan, Dana Dialihkan untuk Pemulihan Infrastruktur Usai Kekisruhan Pemilu
Pemerintah Tanzania membatalkan perayaan kemerdekaan dan mengalihkan dana ke pemulihan infrastruktur usai kerusuhan pemilu, di tengah kritik atas proses pemilu yang dipertanyakan.
Pemerintah Tanzania mengumumkan pembatalan perayaan Hari Kemerdekaan yang biasanya dirayakan setiap 9 Desember. Dana perayaan akan diarahkan untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak akibat kerusuhan pasca-pemilu terakhir.
Keputusan ini disusul seruan oposisi dan pendukungnya untuk menggelar demo pada Hari Kemerdekaan, dengan menyoroti dugaan pelanggaran hak asasi dan korban kekerasan dalam penindasan pasca-pemilu bulan lalu.
Oposisi mengklaim bahwa ratusan orang tewas dalam tindakan tegas tersebut, meski pemerintah belum merilis angka resmi dan membentuk komisi penyelidikan. Presiden Samia Suluhu Hassan memenangkan pemilu dengan sekitar 98 persen suara, yang dikritik oposisi sebagai proses demokrasi yang dipertanyakan.
Beberapa tokoh oposisi tidak bisa mengikuti pemilu: Tundu Lissu ditahan atas tuduhan pengkhianatan, sedangkan Luhaga Mpina didiskualifikasi secara teknis. Pengamat pemilu juga menunjukkan adanya indikasi manipulasi dan kurangnya standar demokratis.
Internet diblokir selama lima hari sejak hari pemilu, dan ada ancaman terhadap warga yang membagikan foto peristiwa demonstrasi. Video dan foto kekerasan beredar secara luas, sebagian telah diverifikasi oleh media internasional.
Pemerintah menilai penyebaran gambar tersebut bertujuan merusak citra negara, sementara mereka menegaskan negara tetap aman. Juru bicara pemerintah menyatakan komisi penyelidikan akan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi, meski beberapa kelompok mengkhawatirkan independensi komisi.
Lebih dari 240 orang didakwa atas pengkhianatan setelah protes; beberapa terdakwa telah dibebaskan setelah insiden tersebut, dan Presiden meminta jaksa untuk menahan tajam tuduhan tersebut.
Pada Senin, sejalan dengan pembatalan perayaan, Nchemba mendesak warga Tanzania untuk menghindari kekerasan dan menekankan pentingnya dialog politik. Ia mengajak warga bergandengan tangan membahas isu-isu yang menyentuh kehidupan sehari-hari, tanpa kembali ke masa-masa kelam.
Presiden Samia Suluhu Hassan menjadi presiden perempuan pertama Tanzania pada 2021 setelah wafatnya Presiden John Magufuli; ia semula dipuji karena pelonggaran kebijakan politik, namun ruang gerak politik kemudian menyempit.

Ringkasnya, dinamika politik di Tanzania menunjukkan tantangan besar bagi demokrasi, ketika pemerintah menolak kekerasan dan mengundang dialog, sementara oposisi menuntut kejelasan atas dugaan pelanggaran hak asasi.
Intisari Utama
- Pembatalan perayaan kemerdekaan untuk fokus pada rekonstruksi infrastruktur.
- Oposisi menuduh pelanggaran hak asasi dan kematian korban, dengan evaluasi pemilu yang dipertanyakan.
- Indikasi manipulasi pemilu dan batasan kebebasan berpendapat menurut pengamat.
- Blokir internet dan dakwaan pengkhianatan terhadap ratusan orang setelah protes.
- Seruan untuk dialog damai dan menghindari kekerasan sebagai upaya stabilitas nasional.
Komentar Ahli
Dr. Raka Wijaya, analis kebijakan publik: Situasi ini menekankan perlunya demokrasi yang inklusif dan transparansi proses politik. Dialog nasional yang terbuka sangat penting untuk meredakan ketegangan dan membangun kepercayaan publik.
Ringkasan
Pembatalan perayaan kemerdekaan menyoroti tensi politik di Tanzania pasca pemilu. Pemerintah mengalihkan fokus ke pemulihan infrastruktur sambil berupaya menjaga stabilitas nasional, sementara oposisi menuntut kejelasan melalui penyelidikan independen. Masa depan demokrasi Tanzania tergantung pada kemauan semua pihak untuk berdialog, menghormati hak asasi, dan menegakkan akuntabilitas.
Inti utama: pembatalan perayaan kemerdekaan mencerminkan tantangan demokrasi di Tanzania. Sumber: BBC News


