10 Temuan Ilmiah untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara
Temuan ilmiah tentang percakapan memberikan kiat praktis untuk membuat obrolan lebih lancar, menyenangkan, dan membangun kedekatan dalam interaksi.
Keterampilan komunikasi bisa dipelajari. Penelitian menunjukkan kiat praktis yang membuat setiap percakapan lebih lancar, lebih menyenangkan, dan lebih efektif membangun kedekatan dengan lawan bicara. Panduan ini disajikan untuk pembaca Indonesia agar mudah dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
1. Persiapan topik sebelum berbicara
Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 18% orang benar-benar menyiapkan topik pembicaraan. Meski terdengar sepele, menyiapkan dua atau tiga poin utama dalam 30 detik bisa membuat alur percakapan lebih mulus, mengurangi perpindahan tema yang kaku, serta mengurangi kemampuan mengucapkan kata filler seperti "ee" atau "hm". Perencanaan sederhana ini juga membuat Anda lebih percaya diri. Meski tidak perlu membahas semua topik, topik cadangan berguna jika obrolan mendadak mandek.
2. Jangan terlalu mengandalkan intuisi memilih topik
Dalam sebuah eksperimen, 1.000 orang menilai 50 topik pembicaraan dan ternyata topik yang disukai orang tidak selalu sesuai dengan preferensi awal mereka. Misalnya, tema tentang kapan terakhir menangis di hadapan orang lain bisa menjadi sangat menarik meski terlihat kurang menarik di teori. Hal ini menunjukkan bahwa sulit memprediksi topik mana yang akan disukai dalam praktiknya.
3. Semakin sering kita mengganti topik, semakin menyenangkan percakapan
Penelitian pada pasangan yang berkenalan menunjukkan bahwa mereka yang membahas lebih banyak topik dalam sebuah percakapan cenderung merasa lebih puas, bahkan menilai percakatan tersebut sebagai cukup mendalam. Pada percakapan online sekitar 30 menit, banyak peserta merasa mereka belum membahas cukup banyak topik.
4. Mengajukan pertanyaan meningkatkan kedekatan
Dalam percakapan santai 15 menit, orang yang lebih banyak mengajukan pertanyaan disukai lawan bicaranya. Pada kencan kilat empat menit, individu yang menanyakan lebih banyak pertanyaan lebih besar peluang untuk lanjut ke pertemuan kedua. Namun, para peneliti menekankan bahwa tidak ada risiko terlalu banyak bertanya; orang biasanya tidak menganggap pertanyaan terlalu banyak sepanjang pertanyaan relevan dan disampaikan dengan tulus. Hindari fenomena boomerang (fenomena boomerang—pertanyaan yang diajukan hanya untuk menunggu jawaban yang Anda inginkan). Istilah ini muncul ketika seseorang bertanya hanya untuk mengundang jawaban dari diri sendiri, sehingga terkesan tidak jujur atau egois.
Jika ragu untuk bertanya karena dianggap tidak nyaman, cobalah lebih berani. Pertanyaan sensitif secara etis, seperti mengenai keuangan, hubungan, atau pilihan hidup, umumnya tidak menimbulkan kesan buruk jika dilakukan dengan empati dan batasan yang tepat.
5. Humor lebih sering membantu daripada yang Anda kira
Penelitian menunjukkan bahwa kita sering meremehkan kekuatan humor. Nyatanya, humor bisa meningkatkan suasana hati, mempererat hubungan, dan memperkuat kesan akan kecakapan seseorang. Banyak momen lucu dalam percakapan terkait dengan referensi terhadap hal-hal yang pernah dibahas sebelumnya, menjadi semacam tanda kenangan bersama.
6. Jangan meremehkan kekuatan pujian
Eksperimen menunjukkan bahwa pujian spontan terhadap orang yang kita ajak bicara membuat mereka merasa lebih dihargai. Puji hal-hal seperti kualitas pribadi, bakat, atau karya orang tersebut umumnya diterima dengan baik. Hindari pujian berkaitan dengan penampilan jika Anda tidak yakin bagaimana responnya.
7. Permintaan maaf bisa meningkatkan citra
Beberapa studi menunjukkan bahwa meminta maaf—meskipun terasa berlebihan—dapat meningkatkan kepercayaan terhadap kita. Misalnya, saat seseorang meminta maaf karena hujan sebelum meminta kontak, peluang mendapat nomor potensial meningkat secara signifikan dibandingkan yang tidak meminta maaf. Permintaan maaf juga bisa membuat kita terlihat bertanggung jawab dan lebih simpatik.
8. Kita sering salah paham lebih sering dari yang kita kira
Penelitian menunjukkan bahwa ketika terdapat pertanyaan ambigu, sekitar 70% orang yakin mereka telah memahami maksudnya, padahal kenyataannya hanya sekitar 44%. Pemahaman juga cenderung keliru ketika berkomunikasi dengan bahasa berbeda, karena banyak yang mengandalkan nada suara untuk menafsirkan maksud. Ini mengingatkan kita bahwa ilusi pemahaman sering menguasai komunikasi.
Seperti kata-kata yang sering dikaitkan dengan Bernardo Shaw, “Masalah terbesar dalam komunikasi adalah ilusi bahwa itu telah terjadi.”
9. Orang yang tidak setuju sebenarnya mendengarkan kita
Kita sering merasa bahwa orang yang tidak sependapat tidak mendengarkan kita. Faktanya, mereka bisa jadi benar-benar mendengarkan tetapi tidak setuju dengan pandangan kita. Ketika kita merasa dipaksa untuk menyetujui, kita cenderung menilai mereka sebagai pendengar yang kurang baik, padahal mereka justru fokus pada argumen yang berbeda. Persepsi ini dapat memperlebar polarisasi jika tidak dikelola dengan terbuka.
10. Percakapan jarang berakhir tepat saat kita ingin berakhir
Analisis terhadap 932 percakapan menunjukkan bahwa pembicaraan umumnya berakhir karena kedua pihak tidak secara eksplisit menyatakan keinginan untuk mengakhiri. Penting untuk menyampaikan dengan jelas jika Anda perlu mengakhiri pembicaraan, sehingga kedua pihak bisa menghormati batasan waktu dan kebutuhan masing-masing.
Komentar Ahli
Komentar ahli: Menurut pakar perilaku, pertanyaan yang tulus dan respons empatik lebih penting daripada memilih topik yang tepat. "Perilaku terbuka dan jelas menumbuhkan koneksi yang lebih kuat dalam setiap percakapan," kata pakar tersebut.
Ringkasan singkat
Ringkasan singkat: Kunci utama adalah persiapan singkat topik, bertanya secara relevan, dan menjaga nada positif. Kita juga perlu memahami bahwa pemahaman sering tidak selaras, sehingga komunikasi perlu kejelasan dan empati. Akhiri percakapan secara jelas jika diperlukan.
Inti dari temuan ini: kunci komunikasi efektif adalah persiapan, empati, dan kejelasan kapan percakapan harus berakhir.


