Tabu Donor Organ Harus Dicabut: Kisah Ibu yang Kehilangan Suami dan Anak
Seorang ibu di Wales mendorong pembicaraan lebih terbuka soal donor organ setelah kehilangan suami dan anaknya, menyoroti kebutuhan perubahan budaya dan dukungan keluarga.
Di Wales, seorang ibu membagikan kisahnya untuk mendorong percakapan yang lebih jujur tentang donor organ. Cerita ini menyoroti bagaimana tabu seputar donor organ masih kuat meski Wales telah menerapkan kebijakan opt-out lunak.
nLatar Belakang Keluarga Bates dan Jantung Ajaib
nAnna-Louise Bates kehilangan suami, Stuart, dan putranya Fraser yang berusia tujuh tahun ketika mereka tertabrak saat menyeberangi jalan di Talbot Green, Rhondda Cynon Taf. Jantung Fraser kemudian menjadi milik Roman, anak Bates, sehingga Roman hidup dengan jantung Fraser dalam dirinya.
nGagasan bahwa jantung Fraser telah berpindah ke tubuh Roman telah menjadi simbol harapan bagi keluarga Bates. Bates menyoroti bagaimana satu tindakan donor bisa mengubah arah hidup sebuah keluarga.
nBaru-baru ini, yayasan milik Bates membuka Taman Peringatan di pemakaman Thornhill di Cardiff. Taman itu memiliki bukit rumput dan pohon buah yang membentuk gambar organ seperti jantung, hati, dan ginjal.
n
n"Saya memiliki ikatan dekat dengan ibu Roman dan dia sangat mendukung kami," kata Bates. "Kami memiliki jantung ajaib yang mengikat kami dan ia membawa kebahagiaan serta semangat untuk bertahan."
n"Fraser telah memberi dampak besar melalui organ yang didonorkan, dan ini membuktikan bahwa hati bisa hidup kembali," tambah Bates.
nRomannya, Zoe, menggambarkan masa menunggu transplantasi jantung selama sepuluh bulan dan bagaimana keluarga mengalami naik turun emosi karena belum yakin akan ada panggilan.
n
nHukum Opt-Out dan Realitasnya
nWales menjadi negara pertama di Inggris yang mengadopsi kebijakan "soft opt-out" pada 1 Desember 2015, yang mengasumsikan persetujuan donor organ setelah meninggal kecuali orang tersebut atau keluarganya menolak.
nTingkat persetujuan donor organ meningkat sekitar 15% dalam tiga tahun pertama, namun kemudian menurun ke level terendah dalam satu dekade pada beberapa tahun terakhir.
nBates percaya stigma seputar topik ini masih kuat dan pembicaraan yang jujur antar anggota keluarga sangat penting agar keputusan bisa dipahami ketika waktunya tiba. Ia menegaskan bahwa meski hukum telah berubah, hal itu tidak otomatis membuat semua lebih mudah.
n"Perubahan hukum tidak otomatis menyelesaikan masalah ini. Percakapan seperti ini benar-benar diperlukan," katanya. "Saya tidak ingin meragukan bagaimana saya akan merasakan jika saya tidak memiliki percakapan itu dengan Stu."
nIa juga menjelaskan bagaimana kehilangan suami dan Fraser adalah mimpi buruk bagi banyak orang dan rasanya masih nyata sepuluh tahun kemudian.
n
nIa mengatakan ia tidak mengira persetujuan donor diperlukan karena kebijakan opt-out lunak seolah menghilangkan kebutuhan itu, namun percakapan tetap penting. "Percakapan ini sangat diperlukan," katanya.
nBagian ini juga menyinggung bagaimana donor organ sering dianggap tabu, sehingga Bates mendirikan Believe Organ Donation Support untuk membantu mengurangi stigma tersebut. Ia percaya anak-anak melihat donor organ sebagai hadiah kehidupan, sementara orang dewasa cenderung menghindari topik karena terkait kematian.
n
nRate persetujuan donor organ kini berada pada level terendah dalam satu dekade. Layanan NHS Blood and Transplant menyatakan bahwa persetujuan yang dianggap otomatis bukan solusi tunggal untuk menjembatani jarak antara donor dan transplantasi.
nLeah McLaughlin, ilmuwan kesehatan di Universitas Bangor, Gwynedd, menambahkan bahwa pesan donor organ perlu melekat dalam keseharian sehingga donor organ menjadi bagian normal dari perawatan akhir hayat, meskipun infrastruktur pendukung diperlukan.
nPendapat Ahli
nLeah McLaughlin menekankan pentingnya mengintegrasikan pesan donor organ dalam budaya sehari-hari dan memastikan infrastruktur yang memadai untuk kampanye tersebut.
nRingkasan Singkat
nKisah Bates menunjukkan bahwa tabu donor organ masih kuat meski kebijakan opt-out sudah berlaku. Perubahan budaya, percakapan keluarga, dan dukungan komunitas dianggap krusial untuk meningkatkan kesadaran dan jumlah donor. Para ahli menekankan bahwa perubahan budaya, bukan hanya perubahan kebijakan, dibutuhkan untuk masa depan transplantasi yang lebih baik.
nInti utama: pembicaraan terbuka soal donor organ bisa mengatasi tabu dan menyelamatkan nyawa meski ada perubahan kebijakan. Sumber: BBC News.


