Kudeta Guinea-Bissau Dinilai Palsu oleh Tokoh Afrika Barat
PM Senegal dan mantan Presiden Nigeria meragukan keaslian kudeta Guinea-Bissau, menuntut rilis hasil pemilihan, dan menilai prosesnya tidak meyakinkan.
Guinea-Bissau kembali dilanda gejolak politik ketika militer mengklaim telah menggulingkan Presiden Umaro Sissoco Embaló menjelang pengumuman hasil pemilu. Pengawasan pemilu ditunda, sementara militer menyatakan langkah itu dilakukan untuk menahan upaya mengacaukan negara yang rapuh secara politik.
Latar belakang dan reaksi tokoh regional
Perdana Menteri Senegal, Ousmane Sonko, dan mantan Presiden Nigeria, Goodluck Jonathan, masing-masing menyatakan bahwa kejadian itu tidak tampak otentik, meskipun mereka tidak menyajikan bukti langsung. Embaló sendiri sebelumnya pernah dituduh menggunakan krisis untuk menekan oposisi.
Klaim sandiwara, respons publik, dan langkah hukum
Beberapa kelompok sipil setempat menuduh Embaló sebagai tokoh di balik kudeta yang direkayasa sendiri untuk menutupi rilis hasil jika ia kalah. Embaló belum menanggapi tuduhan tersebut.
Embaló sendiri pernah bertahan dari beberapa upaya kudeta, dan parlemen negara itu telah dibubarkan sejak Desember 2023. Pada Jumat lalu, juru kepemimpinan transisi Gen Horta N'Tam menunjuk Ilidio Vieira Té sebagai perdana menteri baru.
Uni Afrika (AU) kemudian menangguhkan keanggotaan Guinea-Bissau karena tindakan militer yang dianggap tidak konstitusional, lanjut AFP. Ekowas juga mengambil langkah serupa sambil mendesak militer kembali ke markas.
Dampak di tingkat lokal dan harapan warga
Guinea-Bissau dikenal cukup rawan kudeta dan memiliki masalah serius terkait peredaran narkoba. Militer menyatakan langkah mereka untuk menggagalkan rencana politisi yang diduga mendapat dukungan dari seorang bos narkoba terkenal untuk menstabilkan negara.
Seorang ibu berusia tiga anak kepada INLIBER menceritakan kejadian itu sebagai kejutan besar meski pernah hidup melalui kudeta sebelumnya. Ia mengaku terdengar tembakan, lari, dan berupaya mengepak barang untuk pulang.
Seorang warga ibu kota, Mohamed Sylla, mengungkapkan ketidakpuasannya karena situasi itu justru bisa membawa kekacauan bagi negara. Namun ada juga yang menyatakan dukungan terhadap militer asalkan kesejahteraan warga meningkat.


Komentar pakar
Para pakar keamanan regional melihat peristiwa di Guinea-Bissau sebagai contoh pola kudeta yang disamarkan sebagai transisi kekuasaan, yang memicu perdebatan soal legitimasi demokrasi di wilayah tersebut. Reaksi regional menunjukkan bagaimana negara tetangga menggunakan isu ini untuk menilai masa transisi di negara itu.
Ringkasan singkat
Tokoh Afrika Barat meragukan keaslian kudeta Guinea-Bissau dan menuntut rilis cepat hasil pemilu. Langkah militer dipicu sorotan regional dan sanksi dari AU serta ECOWAS, sementara pemerintah transisi menunjuk perdana menteri baru. Publik di ibukota terbagi antara mendukung militer dan menyerukan perbaikan kesejahteraan.
Inti dari kejadian ini menunjukkan adanya tren kudeta yang dipolitisir untuk mengendalikan transisi kekuasaan tanpa melalui parlemen yang sah. Daerah Afrika Barat perlu menjaga stabilitas melalui proses pemilu yang jujur dan akuntabel. BBC News


