Strategi Dead Hand: Cara Kerja dan Kontroversinya dalam Menghadapi Pengambilalihan
Pelajari bagaimana strategi dead hand berfungsi sebagai perlindungan perusahaan dari pengambilalihan paksa dengan menerbitkan saham baru untuk melemahkan pengakuisisi yang tidak diinginkan.
Apa Itu Strategi Dead Hand?
Strategi dead hand, yang juga dikenal sebagai dead hand poison pill, adalah taktik yang digunakan perusahaan target untuk menangkis upaya pengambilalihan yang tidak diinginkan. Ketika seorang pengakuisisi bermusuhan membeli sejumlah saham tertentu, perusahaan secara otomatis menerbitkan saham baru kepada pemegang saham lainnya, sehingga kepemilikan pengakuisisi tersebut menjadi sangat terdilusi.
Poin Penting
- Dead hand adalah strategi anti-pengambilalihan di mana saham baru diterbitkan untuk semua pemegang saham kecuali pengakuisisi bermusuhan.
- Strategi ini bertujuan untuk mengurangi nilai saham yang sudah dibeli oleh pengakuisisi, sehingga persentase kepemilikannya menurun dan biaya pengambilalihan meningkat.
- Strategi ini aktif ketika pengakuisisi menguasai sekitar 15% hingga 20% saham perusahaan target.
- Hanya direksi yang mengadopsi strategi ini yang dapat mencabutnya, sehingga tidak bisa dihentikan dengan mengganti manajemen melalui pertempuran proxy.
Memahami Cara Kerja Dead Hand Provision
Pengambilalihan perusahaan sering terjadi, namun tidak semua disambut baik oleh manajemen. Dewan direksi sering menolak tawaran beli dan bisa menghadapi tekanan dari pengakuisisi yang mencoba menggalang dukungan pemegang saham untuk merombak manajemen agar akuisisi disetujui.
Jika pengambilalihan menjadi bermusuhan, manajemen dapat menggunakan berbagai strategi perlindungan seperti poison pill, crown-jewel defense, atau golden parachute untuk menjaga posisi mereka. Tujuan utama dari semua strategi ini adalah membuat proses pengambilalihan menjadi tidak menarik dan mahal bagi pengakuisisi.
Dead hand provision bekerja dengan membatasi hak penerbitan saham baru hanya kepada anggota dewan direksi yang memenuhi syarat setelah pengakuisisi mencapai ambang batas kepemilikan, biasanya antara 15% hingga 20%. Hal ini membuat pengakuisisi harus mengeluarkan biaya jauh lebih tinggi untuk menguasai perusahaan.
Penting
Strategi ini dapat sepenuhnya menggagalkan upaya pengambilalihan atau menjadi alat negosiasi untuk menaikkan harga akuisisi. Saham pengakuisisi menjadi kurang berpengaruh karena penerbitan saham baru melemahkan persentase kepemilikan mereka, sehingga kendali atas perusahaan menjadi lebih sulit dan mahal.
Kritik Terhadap Strategi Dead Hand
Berbeda dengan poison pill biasa yang dapat dibatalkan melalui pemilihan dewan direksi baru dalam pertempuran proxy, dead hand provision hanya dapat dicabut oleh direksi yang mengadopsinya. Ini berarti dewan yang ada dapat menolak tawaran tanpa memperhatikan keinginan pemegang saham atau dewan baru.
Konsentrasi kekuasaan ini menimbulkan kontroversi karena bisa memperpanjang masa jabatan direksi yang tidak diinginkan dan membatasi suara mayoritas pemegang saham dalam menentukan masa depan akuisisi.
Kontroversi ini menyebabkan dead hand poison pill dipermasalahkan di beberapa yurisdiksi, termasuk Delaware, yang dikenal ramah bisnis. Pada tahun 1998, Mahkamah Agung Delaware memutuskan bahwa ketentuan dead-hand dalam rencana hak pemegang saham tidak sah karena merugikan pemegang saham secara tidak adil.
Temukan topik menarik dan konten analitis di kategori Keuangan Perusahaan pada tanggal 19-01-2024. Artikel berjudul "Strategi Dead Hand: Cara Kerja dan Kontroversinya dalam Menghadapi Pengambilalihan" memberikan wawasan baru dan panduan praktis di bidang Keuangan Perusahaan. Setiap topik dianalisis secara teliti untuk memberikan informasi yang berguna bagi pembaca.
Topik " Strategi Dead Hand: Cara Kerja dan Kontroversinya dalam Menghadapi Pengambilalihan " membantu Anda membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kategori Keuangan Perusahaan. Semua topik di situs kami unik dan menawarkan konten berharga bagi audiens.


