Mengungkap Kisah Para Pelopor Revolusi Digital
Temukan cerita inspiratif tentang Alan Turing dan kontribusinya dalam pengembangan kecerdasan buatan dari buku Walter Isaacson yang mengupas para inovator di balik kemajuan teknologi digital.
Teknologi modern tidak muncul begitu saja dalam sekejap, melainkan hasil kerja keras banyak orang selama puluhan tahun. Buku Para Inovator karya Walter Isaacson menceritakan tentang para tokoh yang membawa revolusi digital. Kali ini, kami menghadirkan cuplikan tentang Alan Turing, sosok penting dalam teori kecerdasan buatan. Sebagai bonus, pembaca ZAMONA berkesempatan memenangkan salinan buku ini.
Apakah Mesin Bisa Berpikir?
Ketika Alan Turing memikirkan konsep komputer dengan program yang dapat disimpan, ia teringat pada pernyataan Ada Lovelace dalam catatan akhir karya Charles Babbage seabad sebelumnya. Ada berpendapat bahwa mesin takkan mampu berpikir. Turing bertanya-tanya, jika mesin bisa memodifikasi programnya sendiri berdasarkan informasi yang diproses, bukankah itu bentuk pembelajaran? Mungkinkah hal itu membuka jalan bagi kecerdasan buatan?
Ketertarikan Turing pada cara komputer meniru kerja otak manusia semakin dalam setelah pengalamannya bekerja dengan mesin pengurai kode. Pada awal 1943, saat Colossus sudah siap di Bletchley Park, Turing pergi ke Bell Labs di Manhattan bawah untuk berdiskusi dengan tim yang mengembangkan teknologi enkripsi suara menggunakan perangkat elektronik—teknologi yang mampu mengenkripsi dan mendekripsi percakapan telepon.
Di sana, ia bertemu dengan Claude Shannon, jenius penuh warna yang tahun 1937 menulis tesis klasik tentang bagaimana aljabar Boolean dapat direpresentasikan melalui rangkaian elektronik. Turing dan Shannon sering berkumpul untuk minum teh dan berdiskusi panjang lebar. Mereka sama-sama tertarik pada ilmu otak dan menyadari bahwa karya mereka pada 1937 memiliki kesamaan mendasar: mereka menunjukkan bahwa mesin yang menjalankan perintah biner sederhana bisa menyelesaikan tidak hanya masalah matematika, tapi juga logika. Karena logika merupakan dasar berpikir manusia, mesin secara teori dapat meniru kecerdasan manusia.
"Shannon ingin memberi makan [mesin] tidak hanya data, tapi juga karya budaya!" kata Turing kepada koleganya di Bell Labs. "Dia ingin memutarkan musik untuknya." Pada makan siang lain di kantin Bell Labs, dengan suara nyaring yang didengar semua orang, Turing berkata:
Tidak, saya tidak sedang berusaha membuat otak super. Saya hanya mencoba membuat otak biasa—misalnya seperti presiden American Telephone and Telegraph Company.
"Mesin hitung dianggap hanya bisa menjalankan tugas yang diperintahkan," jelas Turing dalam sebuah presentasi di London Mathematical Society pada Februari 1947. "Namun, apakah mereka harus selalu digunakan seperti itu?" Ia membahas komputer dengan program yang dapat diubah sendiri, lalu melanjutkan, "Mereka bisa menjadi seperti murid yang belajar dari guru, tapi menambahkan lebih banyak ide sendiri. Ketika itu terjadi, kita harus mengakui mesin tersebut memiliki kecerdasan."
Presentasi tersebut sempat membuat hadirin terdiam, terkejut dengan pernyataan Turing. Beberapa koleganya bahkan tidak mengerti obsesi Turing terhadap mesin yang bisa berpikir. Sir Charles Darwin, direktur National Physical Laboratory dan cucu dari ilmuwan evolusi, menulis pada 1947 bahwa Turing ingin memperluas pekerjaannya ke bidang biologi, mencoba menjawab apakah mesin dapat belajar dari pengalamannya.
Pemikiran berani Turing bahwa suatu saat mesin bisa berpikir seperti manusia memicu perdebatan sengit, baik dari sisi agama maupun sekuler. Sir Jeffrey Jefferson, ahli bedah saraf, dalam pidato penerimaan medali Lister tahun 1949 berkata, "Kita baru bisa menganggap mesin sama cerdas jika mampu menulis soneta atau menyusun konser berdasarkan perasaan dan pikirannya sendiri, bukan sekadar pilihan simbol acak." Turing menjawab dengan ringan tapi tajam kepada reporter London Times, "Perbandingan itu mungkin kurang adil, karena soneta karya mesin sebaiknya dinilai oleh mesin lain."
Inilah dasar karya besar Turing berikutnya, "Mesin Hitung dan Kecerdasan," yang diterbitkan di jurnal Mind pada Oktober 1950. Dalam tulisan itu, ia mengajukan pertanyaan, "Bisakah mesin berpikir?" Dengan penuh semangat, ia menciptakan sebuah permainan yang kini dikenal sebagai tes Turing. Definisi kecerdasan buatan menurutnya sederhana: jika jawaban mesin tak dapat dibedakan dari jawaban manusia, maka tak ada alasan untuk menganggap mesin itu tidak berpikir.
Tes Turing, atau "Permainan Imitasi," mengharuskan seorang penguji mengajukan pertanyaan tertulis kepada manusia dan mesin yang berada di ruangan terpisah, lalu menebak siapa yang menjawab.
Namun, ada argumen menentang, terutama dari Ada Lovelace yang pernah berkata pada 1843:
Mesin analitik tidak mengklaim dapat menciptakan sesuatu yang benar-benar baru. Mesin hanya bisa melakukan apa yang kita perintahkan. Dia dapat mengikuti analisis, tapi tidak dapat memprediksi hubungan atau kebenaran analitik.
Dengan kata lain, berbeda dari otak manusia, mesin tidak memiliki kebebasan berkehendak atau inisiatif. Ia cuma menjalankan program. Dalam tulisannya tahun 1950, Turing menyebut ini sebagai "Penolakan Lady Lovelace."
Turing menjawab dengan brilian bahwa mesin sebenarnya bisa belajar, sehingga menjadi perangkat yang mampu menghasilkan pemikiran baru. "Daripada membuat program yang meniru pemikiran orang dewasa, mengapa tidak coba membuat program yang meniru pemikiran anak-anak?" ia bertanya. Dengan proses pembelajaran yang tepat, mesin itu dapat berkembang menjadi kecerdasan dewasa. Ia mengakui cara belajar mesin berbeda dari anak manusia: "Misalnya, mesin tidak punya kaki untuk mengumpulkan batu bara, atau mata untuk melihat. Ia tak bisa sekolah—anak-anak lain akan mengejeknya." Oleh karena itu, mesin bayi harus belajar dengan cara lain. Turing mengusulkan sistem hadiah dan hukuman untuk mendorong mesin mengulangi atau menghindari perilaku tertentu. Lambat laun, mesin bisa mengembangkan pemahaman dan penjelasan sendiri tentang fenomena.
Meski mesin bisa meniru pikiran, para kritikus berargumen itu bukan pikiran sejati karena manusia menggunakan kata-kata yang terkait dengan dunia nyata, emosi, dan pengalaman—sedangkan mesin tidak. Tanpa kaitan ini, bahasa hanyalah permainan simbol kosong.
Argumen ini dipertegas oleh filsuf John Searle dalam esainya tahun 1980, "Kamar Cina." Dalam eksperimen pikiran ini, seseorang yang tidak mengerti bahasa Cina diberikan instruksi lengkap cara menyusun simbol Cina. Meski bisa menghasilkan kalimat yang membuat penguji percaya dia mengerti bahasa, sebenarnya dia tidak memahami arti kata-kata tersebut—hanya menjalankan perintah. Sama halnya dengan mesin dalam tes Turing, yang meski pandai meniru, tidak benar-benar memahami atau sadar akan apa yang diucapkannya.
Beberapa menanggapi dengan mengatakan mungkin sistem secara keseluruhan—manusia, instruksi, dan data—memahami bahasa, meski individu di dalamnya tidak. Namun, pertanyaan ini masih belum terjawab dan terus menjadi topik hangat dalam ilmu kognitif.
Beberapa tahun setelah menulis "Mesin Hitung dan Kecerdasan," Turing tampak menikmati kontroversi yang ia ciptakan. Dengan humor tajam, ia menanggapi klaim tentang soneta dan kesadaran tinggi. Pada 1951, ia berseloroh, "Suatu hari nanti para wanita akan membawa komputer mereka jalan-jalan ke taman dan berkata, 'Komputerkulah yang pagi ini menceritakan hal-hal lucu!'" Mentor Turing, Max Newman, mengatakan, "Analogi humoris dan tepat yang ia gunakan membuatnya menjadi lawan bicara yang sangat menyenangkan."
Dan sekarang berita menarik: bersama penerbit Corpus, kami akan memberikan dua salinan buku Para Inovator kepada pembaca kami. Untuk ikut serta dalam undian, bagikan artikel ini di Twitter, Facebook, atau VKontakte dan tinggalkan tautan di komentar beserta alamat email Anda. Pengundian akan dilakukan pada 24 September, dengan pemenang diumumkan di artikel ini. Semoga beruntung!
Para Inovator, Walter Isaacson
Beli di Amazon atau toko buku online terpercaya.
Temukan topik menarik dan konten analitis di kategori Koleksi Buku & Bacaan Inspiratif pada tanggal 10-04-2022. Artikel berjudul "Mengungkap Kisah Para Pelopor Revolusi Digital" memberikan wawasan baru dan panduan praktis di bidang Koleksi Buku & Bacaan Inspiratif. Setiap topik dianalisis secara teliti untuk memberikan informasi yang berguna bagi pembaca.
Topik " Mengungkap Kisah Para Pelopor Revolusi Digital " membantu Anda membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kategori Koleksi Buku & Bacaan Inspiratif. Semua topik di situs kami unik dan menawarkan konten berharga bagi audiens.


