Menyingkap Kengerian dan Ketidakadilan di Zaman Abad Pertengahan dengan Film Epik Terbaru
Temukan kisah mendalam dari sudut pandang berbeda dalam drama sejarah yang menggugah ini. Saksikan konflik, ketegangan, dan perjuangan dalam sebuah cerita yang memukau dan penuh makna.
Film ini tidak hanya menawarkan visual yang memukau, tetapi juga cara penyampaian cerita yang unik dengan berbagai perspektif yang berbeda.
Sebuah drama sejarah terbaru kini hadir di layar lebar, hasil karya sutradara ternama Ridley Scott. Naskahnya ditulis oleh duo berpengalaman Matt Damon dan Ben Affleck, yang juga memerankan tokoh utama bersama bintang serial "Killing Eve", Jodie Comer, dan Adam Driver.
Awalnya dijadwalkan rilis pada akhir Oktober, namun karena pembatasan pandemi, penayangan diundur hingga pertengahan November.
Ridley Scott dikenal dengan karya-karya sejarahnya yang megah seperti "Gladiator", "Kingdom of Heaven", "Robin Hood", dan "Exodus: Gods and Kings". Namun, film ini lebih mirip dengan karya-karya baru seperti "The Green Knight" dan "The King" dengan Timothy Chalamet, karena tempo ceritanya yang pelan dan realistis serta penyajian kekerasan yang tidak ditutupi.
Tapi film ini bukan sekadar sebuah drama sejarah biasa. Ini adalah salah satu karya Ridley Scott yang paling kuat dan inovatif dalam beberapa tahun terakhir. Mari kita kupas lebih dalam.
Tiga Perspektif, Tiga Cerita
Film ini berdasarkan kisah duel resmi terakhir yang pernah terjadi di Eropa pada abad ke-14—yang menjadi inspirasi judulnya. Jean de Carrouges (Matt Damon) dan Jacques Le Gris (Adam Driver) awalnya berteman saat bertugas di istana Count Robert of Alençon.
Namun segalanya berubah ketika Count Robert meninggal dan digantikan oleh saudaranya, Pierre (Ben Affleck), yang lebih dekat dengan Le Gris. Hal ini memicu ketegangan dan persaingan antara kedua pria tersebut, terutama terkait kepemilikan tanah dan wilayah Arnou-le-Fucon.

Jean menikahi Marguerite de Thibouville (Jodie Comer), dan setelah diangkat menjadi ksatria berkat jasa militernya, hidupnya tampak stabil. Namun, Marguerite mengungkapkan bahwa Le Gris menyerbu kastil saat Jean tidak ada dan melakukan kekerasan seksual terhadapnya.
Karena keadilan tidak bisa didapatkan dari Count Alençon, Jean menantang Le Gris dalam duel resmi yang ditetapkan oleh Raja. Taruhannya sangat tinggi: jika Jean kalah, Marguerite akan dihukum mati karena tuduhan zina dan memberikan kesaksian palsu.

Kisah ini telah lama menarik perhatian pembuat film. Namun, dengan pendekatan konvensional, cerita ini mungkin hanya menjadi epik abad pertengahan yang biasa saja. Matt Damon dan Ben Affleck, bersama Nicole Holofcener, menciptakan naskah yang kreatif dengan menyajikan tiga sudut pandang: suami, tersangka, dan korban.
Konsep ini terinspirasi dari film klasik Jepang karya Akira Kurosawa, "Rashomon" (1950), yang juga menceritakan peristiwa kekerasan seksual melalui berbagai sudut pandang, menciptakan apa yang dikenal sebagai "Efek Rashomon".

Selain itu, film ini mengadopsi teknik "narator tidak dapat dipercaya", di mana setiap karakter menyampaikan versi ceritanya yang mungkin tidak sepenuhnya benar atau lengkap.
Interpretasi Subjektif dan Kompleksitas Kebenaran
Pembuat film dengan cerdik menggunakan teknik ini untuk menunjukkan bahwa kebenaran sering kali kabur dan relatif, tanpa ada pihak yang sepenuhnya benar atau salah. Misalnya, bagian "Kebenaran Jean de Carrouges" menggambarkan Jean sebagai sosok yang tegas dan keras kepala, tetapi pada dasarnya bermaksud baik.
Namun, saat cerita bergeser ke "Kebenaran Jacques Le Gris", penonton diajak melihat Jean sebagai sosok yang sembrono dan terlalu keras kepala, sementara Le Gris sendiri menganggap tindakannya bukan kekerasan, melainkan pendekatan romantis.
Dari sudut pandang Marguerite, kunjungan Le Gris merupakan pengalaman yang menakutkan dan menyakitkan, sangat berbeda dari persepsi Le Gris yang menganggap penolakan Marguerite sebagai ajakan.

Pendekatan ini menuntun penonton pada pemahaman bahwa satu peristiwa tidak memiliki satu interpretasi benar. Sejarah manusia terdiri dari fakta dan mitos yang saling bercampur.
Ridley Scott pun menegaskan hal ini dengan merekam adegan yang sama dari berbagai sudut menggunakan kamera berbeda, ditambah akting para pemeran yang mampu menampilkan nuansa emosi yang halus dan mendalam.
Contohnya adalah adegan ketika Marguerite diminta oleh Jean untuk mencium Le Gris—dalam satu versi, ekspresi Jodie Comer menunjukkan kesopanan, versi lain menggambarkan janji gairah, dan versi ketiga menunjukkan ketertarikan ringan. Ini hanyalah salah satu contoh dari pendekatan sinematiknya yang brilian.
Kekerasan dan Ketidakadilan dari Masa Lalu hingga Kini
Ridley Scott kembali menunjukkan komitmennya terhadap isu kesetaraan gender, mengingat karya-karya sebelumnya seperti "Alien" yang menampilkan tokoh perempuan kuat serta "Thelma & Louise" yang menjadi ikon feminisme. Film ini tidak hanya menyoroti kompleksitas sejarah, tetapi juga memberikan gambaran dramatis tentang trauma kekerasan seksual.

Walaupun norma abad pertengahan telah berubah jauh, pertanyaan yang diajukan kepada Marguerite dalam pengadilan gereja masih sangat relevan dengan korban pelecehan saat ini. Alih-alih menanyai pelaku, perhatian justru tertuju pada perilaku korban: Apakah dia menggoda? Apakah dia menganggap pelaku menarik? Apakah dia mencoba menghentikan tindakan itu? Apakah dia pantas disalahkan?
Sementara itu, baik Jean maupun Jacques tampak mengabaikan Marguerite sebagai manusia, memperlakukannya seperti objek. Dalam momen paling mengharukan, Marguerite menyampaikan kepada suaminya bahwa dirinya menjadi korban pemerkosaan, sementara Jean memandangnya sebagai kehilangan kehormatan.
Perbedaan persepsi ini sebenarnya sangat besar: bagi pria, yang hilang adalah kehormatan diri sendiri, bukan penderitaan wanita yang sesungguhnya.

Film ini sebenarnya mendapatkan respons kurang memuaskan di pasar Barat, dengan pendapatan sekitar 10 juta dolar dari anggaran 100 juta dolar. Mungkin hal serupa akan terjadi di tempat lain, yang tentu sangat disayangkan.
Karenanya, sangat layak bagi Anda untuk menonton film yang penuh kekuatan ini. Film ini menawarkan adegan pertempuran epik, drama mendalam, kekerasan yang nyata, serta musik memikat karya Harry Gregson-Williams. Yang terpenting, film ini menantang emosi penonton dan meninggalkan kesan mendalam—ciri khas karya sinema yang luar biasa.
Temukan berita terbaru dan peristiwa terkini di kategori Film & Serial TV Inspiratif pada tanggal 10-04-2022. Artikel berjudul "Menyingkap Kengerian dan Ketidakadilan di Zaman Abad Pertengahan dengan Film Epik Terbaru" memberikan informasi paling relevan dan terpercaya di bidang Film & Serial TV Inspiratif. Setiap berita dianalisis secara mendalam untuk memberikan wawasan berharga bagi pembaca kami.
Informasi dalam artikel " Menyingkap Kengerian dan Ketidakadilan di Zaman Abad Pertengahan dengan Film Epik Terbaru " membantu Anda membuat keputusan yang lebih tepat dalam kategori Film & Serial TV Inspiratif. Berita kami diperbarui secara berkala dan mematuhi standar jurnalistik.


